JAKARTA – Organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia berfungsi sebagai wadah bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun, tidak semua ormas menjalankan fungsinya sesuai hukum. Ada kalanya ormas justru terlibat dalam aksi onar, kekerasan, atau tindakan yang meresahkan masyarakat. Lalu, apakah ormas yang berbuat onar bisa dibubarkan? Berikut penjelasan aturan hukumnya.
Baca Juga: Jakarta Tak Terapkan Program Pemutihan Pajak Kendaraan, Penunggak Siap-Siap Disanksi!
Dasar Hukum Pembubaran Ormas di Indonesia
Pembubaran ormas di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Dalam aturan tersebut, pemerintah diberi kewenangan untuk membubarkan ormas yang melakukan pelanggaran serius, antara lain:
Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, seperti menyebarkan paham radikalisme, komunisme, separatisme, atau ideologi lain yang bertentangan.
Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan pribadi.
Mendukung gerakan separatis atau upaya memecah-belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menyebarkan ajaran kebencian, diskriminasi ras, suku, agama, dan antargolongan.
Melakukan kegiatan terlarang lainnya yang bertentangan dengan hukum nasional.
Pemerintah bisa memberikan sanksi administratif berupa:
Peringatan tertulis.
Penghentian kegiatan sementara.
Pencabutan status badan hukum, yang berarti pembubaran ormas.
Sanksi dapat diberikan bertahap, tetapi dalam kasus tertentu yang dianggap berat dan mendesak, pemerintah bisa langsung mencabut status badan hukum ormas tersebut.
Baca Juga: Hati-Hati! Bercanda Membawa Bom di Pesawat Bisa Kena Sanksi Hukum
Mekanisme Pembubaran Ormas
Sebelumnya, pembubaran ormas harus melalui proses pengadilan. Namun, setelah berlakunya UU No. 16 Tahun 2017, pemerintah berhak langsung membubarkan ormas tanpa melalui pengadilan terlebih dahulu. Jika merasa tidak puas, ormas yang dibubarkan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kewenangan ini diberikan kepada beberapa lembaga, seperti:
Contoh Kasus: Pembubaran FPI
Salah satu contoh pembubaran ormas yang terkenal adalah kasus Front Pembela Islam (FPI). Pada 30 Desember 2020, pemerintah secara resmi membubarkan FPI. Keputusan ini diumumkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat tinggi negara.
Alasan pembubaran FPI antara lain:
Ditemukan bukti keterlibatan anggota dan/atau pengurus FPI dalam berbagai tindakan pidana, termasuk kekerasan dan terorisme.
FPI dinilai sering membuat keresahan masyarakat melalui aksi-aksi yang berujung bentrok.
FPI sudah tidak lagi memiliki legalitas hukum karena Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai ormas tidak diperpanjang.
Setelah pembubaran, semua kegiatan yang mengatasnamakan FPI dinyatakan ilegal dan dilarang.
Ormas yang berbuat onar, bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, atau melakukan tindakan kekerasan dapat dibubarkan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Tujuan pembubaran ini adalah untuk menjaga ketertiban umum, melindungi masyarakat, serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan dasar hukum yang jelas, pemerintah memiliki langkah hukum untuk menindak ormas yang dianggap berbahaya bagi negara.